Mengapa NU tidak pernah memberontak pada Pemerintah ?
Karena NU penganut ASWAJA dan ASWAJA tidak punya konsep untuk memberontak terhadap pemerintah Muslim yg sah.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisaa', ayat : 59
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (٥٩)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya."
Di
dalam sebuah hadis sahih yang telah disepakati kesahihannya dari Abu
Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«مَنْ
أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ،
وَمَنْ أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي»
"Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah, barang siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada amirku, berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka terhadap amirku, berarti ia durhaka kepadaku."
Dari Ibnu Abbas r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«من
رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ لَيْسَ
أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً»
"Barang siapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu hal yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang memisahkan diri dari jamaah sejauh sejengkal, lalu ia mati, melainkan ia mati dalam keadaan mati Jahiliah."
(HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim.)
Di dalam hadis yang lain, dari Anas, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، وَإِنَّ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ»
"Tunduk dan patuhlah kalian, sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habsyah yang kepalanya seperti zabibah (anggur kering)."
(HR. Imam Bukhari.)
Dari Abu Hurairah r.a. disebutkan:
أَوْصَانِي خَلِيلِي أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّع الْأَطْرَافِ
"Kekasihku (Nabi Saw.) telah mewasiatkan kepadaku agar aku tunduk dan patuh (kepada pemimpin), sekalipun dia (si pemimpin) adalah budak Habsyah yang cacat anggota tubuhnya (tuna daksa)."
(HR. Imam Muslim.)
Al-Imam Abu Ja'far at-Thahawi dalam Matan Aqidah at-Thahawiyah berkata:
ﻭﻻ
ﻧﺮﻯ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻰ ﺃﺋﻤﺘﻨﺎ ﻭﻭﻻﺓ ﺃُﻣﻮﺭﻧﺎ ، ﻭﺇﻥ ﺟﺎﺭﻭﺍ ، ﻭﻻ ﻧﺪﻋﻮﺍ ﻋﻠﻴﻬﻢ ، ﻭﻻ
ﻧﻨﺰﻉ ﻳﺪﺍً ﻣﻦ ﻃﺎﻋﺘﻬﻢ ﻭﻧﺮﻯ ﻃﺎﻋﺘﻬﻢ ﻣﻦ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﻳﻀﺔً ، ﻣﺎ ﻟﻢ
ﻳﺄﻣﺮﻭﺍ ﺑﻤﻌﺼﻴﺔٍ ، ﻭﻧﺪﻋﻮﺍ ﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﺼﻼﺡ ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﻓﺎﺓ
Kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada pemimpin dan pemerintah kami, walaupun mereka berbuat dzalim. kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). kami mendoakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.
Syaikhul Islam al-Imam an-Nawawi ulama besar Syafi'iyah berkata:
ﻭﺃﺟﻤﻊ
ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﻌﺰﻝ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺑﺎﻟﻔﺴﻖ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻔﻘﻪ
ﻟﺒﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻳﻨﻌﺰﻝ ﻭﺣﻜﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻐﻠﻂ ﻣﻦ ﻗﺎﺋﻠﻪ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻺﺟﻤﺎﻉ
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺳﺒﺐ ﻋﺪﻡ ﺍﻧﻌﺰﺍﻟﻪ ﻭﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ
ﺍﻟﻔﺘﻦ ﻭﺍﺭﺍﻗﺔ ﺍﻟﺪﻣﺎﺀ ﻭﻓﺴﺎﺩ ﺫﺍﺕ ﺍﻟﺒﻴﻦ ﻓﺘﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﻔﺴﺪﺓ ﻓﻲ ﻋﺰﻟﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻨﻬﺎ ﻓﻲ
ﺑﻘﺎﺋﻪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﻴﺎﺽ ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻹﻣﺎﻣﺔ ﻻ ﺗﻨﻌﻘﺪ ﻟﻜﺎﻓﺮ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ
ﻟﻮ ﻃﺮﺃ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺍﻧﻌﺰﻝ
Ahlussunnah telah sepakat bahwa seorang sulthan (penguasa) tidak boleh dilengserkan karena kefasikan yang ia lakukan. adapun pendapat yang telah disebutkan dalam kitab-kitab fiqih yang ditulis oleh sebagian sahabat kami (Syafi'iyah) bahwa penguasa yang fasiq harus dilengserkan, pendapat ini dinukil dari kaum Mu'tazilah, maka telah salah besar. orang yang berpendapat demikian menyelisihi ijma'. Dan ulama menjelaskan sebab tidak bolehnya penguasa dzalim dilengserkan dan haramnya memberontak kepadanya karena akibat dari hal itu akan muncul berbagai macam fitnah (kekacauan), pertumpahan darah dan rusaknya hubungan, sehingga kerusakan dalam pencopotan penguasa dzalim lebih banyak dibanding tetapnya ia sebagai penguasa.
Al-Qodhi
Iyadh berkata, ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang
kafir, dan jika seorang pemimpin menjadi kafir, maka harus dicopot
(Syarh Muslim 12/229)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar