Kita Lebih Suka Menyebut Teroris Dengan Istilah 'Para Pelaku Jihad'



Islam tidak selayaknya diasosikan dengan serangan teroris yang dilakukan oleh orang-orang yang menyebut diri mereka Muslim. Karena tindakan orang-orang itu justru sudah melanggar prinsip-prinsip esensial Islam.


Dalam artikelnya yang dimuat harian Inggris terkemuka The Guardian, Armstrong menulis, "Kita membutuhkan satu kata yang lebih pas dari sekedar kata 'teroris Islam'. Al-Qur'an melarang peperangan yang bersifat menyerang, perang dibolehkan hanya untuk kepentingan mempertahankan diri dan nilai-nilai Islam yang benar mengajarkan perdamaian, rekonsiliasi dan pemberian maaf."

Karen Armstrong yang cukup produktif menulis buku keagamaan ini mengatakan bahwa orang yang melakukan tindakan yang mengerikan, tidak memiliki agama, apakah mereka menyebutnya sebagai Muslim, Kristen atau Yahudi yang melakukan kejahatan atas nama agama mereka.

"Maka, meskipun Muslim, seperti juga Kristiani atau Yahudi, seringkali gagal untuk mengedepankan idealismenya, hal itu bukan karena agamanya," kata Armstrong yang dengan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, cinta dan toleransi serta tidak pernah melakukan paksaan yang berkaitan dengan agama.

"Dan selama berabad-abad Islam sudah memiliki catatan yang lebih baik dalam hal toleransi dibandingkan dengan agama Kristen. Hukum Islam tidak membenarkan perang terhadap negara yang memberikan kebebasan bagi warga Muslimnya untuk beribadah, Islam melarang pembakaran, perusakan bangunan-bangunan dan pembunuhan terhadap warga sipil tak berdosa dalam sebuah kampanye militer," tambah Armstrong.

Ia juga mengungkapkan keheranannya, mengapa pemboman berdarah yang dilakukan oleh tentara Republik Irlandia (IRA) tidak membuat orang serta merta menyamakan Kristen dengan terorisme seperti mereka mengaitkan kasus serupa dengan Islam.

"Kita jarang, bahkan tidak pernah menyebut pemboman yang dilakukan kelompok 'Katolik' IRA sebagai terorisme, karena kita cukup tahu dan menyadari bahwa persoalan ini secara esensi bukan sebuah kampanye keagamaan," katanya.

"Tentu, seperti juga gerakan republik Irlandia, banyak gerakan fundamentalis di dunia yang terbilang masih baru, membentuk nasionalisme yang menyamarkannya dalam persoalan keagamaan yang kental. Hal ini jelas terlihat dalam kasus fundamentalisme di kalangan zionis di Israel dan semangat patriotisme perjuangan hak-hak umat Kristen di AS," tulis Armstrong.

Armstrong , penulis buku 'Islam, a Short History' juga mengkritik stereotipe kata 'Jihad' yang berasal dari bahasa Arab, semata-mata diartikan dengan perang suci. "Para ekstrimis dan polistikus yang tidak bermoral sudah mencuri kata itu untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, makna sebenarnya dari Jihad bukan hanya 'perang suci' tapi 'perjuangan' atau 'ikhtiar'. Umat Islam diperintahkan untuk berjuang sekuat tenaga di berbagai aspek-sosial, ekonomi, intelektualitas, etika dan spiritual-untuk melaksanakan perintah Tuhan dalam kehidupan sehari-hari," tegasnya lagi.

Armstrong mengatakan, jihad merupakan nila-nilai spritual yang baik yang bagi kebanyakan umat Islam tidak ada kaitannya dengan kekerasan. Ia menilai sejumlah orang sudah melakukan kesalahan dengan lebih suka menyebut teroris dengan istilah 'para pelaku jihad'. Ia menekankan kembali bahwa teroris sama sekali tidak mewakili Islam yang sebenarnya. (ln/iol/eramuslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)