Bagaimana Sebaiknya Menilai Suharto ?



Sejak Ahad, 27 Januari 2008) pagi, suasana kecemasan memenuhi Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta. Tim Dokter Kepresidenan melaporkan telah terjadi kegagalan multifungsi pada jantung, paru-paru, ginjal hingga usus atau pencernaan mantan presiden Soeharto. Bahkan, menurut Tim Dokter Kepresidenan pada pukul 10.00 WIB, ini merupakan kondisi terburuk selama Pak Harto di rumah sakit tersebut, sejak 4 Januari 2008 yang pada akhirnya, pada pukul 13.10 WIB, Pak Harto menghembuskan napasnya yang terakhir.

Pada saat hampir bersamaan, sejak Pak Harto diberitakan meninggal dunia, Presiden Susilo Bambang Yudoyono, melalui siaran TVRI menyampaikan ucapan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas nama bangsa Indonesia kepada seluruh keluarga besar Cendana dan memberlakukan hari berkabung nasional selama tujuh hari. Terhitung sejak 27 Jnauari 2008.

Pak Harto meninggal pada usia yang sangat tua, yakni 87 tahun. Usia yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tetapi, nasib malang menimpanya yang masih dikejar-kejar putra bangsa lainnya yang menginginkannya hidup di bui sebagai akibat tindakan masa lalunya yang konon menyengsarakan rakyat.

Bagaimana pun juga kita tidak bisa menilai Pak Harto dari satu pihak. Paling tidak, kita menilainya dari berbagai segi kehidupan dan jasanya di masa silam. Bukankah dalam kepemimpinan Pak Harto, keadaan perekonomian bangsa stabil. Bahkan, Indonesia pernah disebut-sebut sebagai Singa Asia saat Almarhum berkuasa di negeri ini.

Gejolak ekonomi di masa akhir kepemimpinan Pak Harto, jangan diartikan sebagai bentuk kegagalannya memimpin negara ini. Apakah krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat itu tidak juga dirasakan olehbangsa lain, seperti, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja, Myanmar dan beberapa negara ASEAN lainnya. Artinya, bukan berarti kepemimpinan Pak Harto gagal total.

Namun, jika kita bandingkan dengan komposisi sekarang ini, dengan berbagai macam persoalan, mulai dari naiknya harga sembako yang dari tahun ke tahun melonjak tajam, fundamentalisme kelompok agama dan etnis yang semakin tajam atau bahkan semakin meruncingnya persoalan integrasi bangsa yang sampai saat ini belum reda.

Mungkin kita akan sadar ketika bangsa ini menjadi bangsa yang dihormati oleh bangsa lain ketika masa kepemimpinannya. Memang, banyak orang menilai kepemimpinan Pak Harto otoriter. Siapa yang tidak sejalan dengan apa yang diinginkan Pak Harto akan mengalami nasib yang tidak diinginkan. Atau, bahkan, Pak Harto memimpin bangsa ini dengan gaya militer yang paling tidak disukai rakyat Indonesia.

Sebagai orang bijak, lebih baik kita menilai Pak Harto sebagai orang yang telah berjasa di negeri ini. Jangan biarkan sikap ketidaksukaan orang lain kepada Almarhum menjadikan hati kita tertutup untuk memafkan kesalahannya. Tapi, bukan berarti keadilan tidak ditegakkan. Secara pribadi, mampukah kita memberikan sedikit ruang untuk mantan presiden yang berkuasa 32 tahun ini?

Yang terpenting saat ini adalah apa yang telah diperoleh dari hasil reformasi yang telah menggantikan Pak Harto sebagai presiden. Siapakah di antara pengaganti-pengganti Pak Harto yang mampu memulihkan perekonomian bangsa ini. Atau siapakah yang dapat memperoleh gelar Bapak Pembangunan di negeri ini.

Jalan terbaik adalah kita belajar pada jasa Pak Harto yang telah membawa perekonomian bangsa ini menjadi maju, terutama dalam bidang pertanian. Diharapkan, kita tidak mengompior lagi beras-beras dari luar negeri, kita tidak lagi mengimpor kedelai dari luar negeri, padahal kekayaan negara kita melimpah rruah yang jika kita mampu untuk mengolahnya, kita bisa menjadi bangsa yang mandiri.

Islam mengajarkan kepada umatnya sebagaimana yang telah disabdakan Nabi Muhammad, "Ambillah hikmah meskipun dari mulut seekor anjing." Artinya, sehina-hina apapun manusia di mata kita, mampukah kita belajar darinya, terutama apa-apa yang kita tidak mengerti dan tidak ahli dalam bidang tersebut.

Jika Pak Harto adalah manusia paling hina yang pernah kita temui di negeri ini, diharapkan kita mampu belajar darinya tentang bagaimana mengolah perekonomian bangsa ini supaya pulih kembali. Mari kita lihat jasa Pak Harto masa lalu, apa yang dia lakukan untuk bisa mendiri dalam bidang perekonomian, sehingga bangsa ini dapat bersaing di dunia internasional.

Pak Harto sebaiknya kita lihat sebagai guru yang kita perlu belajar darinya tentang perbaikan ekonomi bangsa ini. Sehingga bangsa ini dengan segera keluar dari jeratan krisis ekonomi yang hingga sekarang belum kunjung reda. Harga kedelai yang saat ini melonjak naik adalah bukti dari ketidakmampuan pemerintahan membangun pondasi perekonomian yang sedang ambruk. Padahal, kedelai adalah makanan masyarakat Indonesia yang paling rendah di antara bahan makanan pokok lainnya. Apa jadinya bangsa ini jika harga kedelai yang sebelumnya terjangkau oleh masyarakat paling miskin sekalipun, kini tidak bisa dinikmati lagi.

Setelah Pak Harto meninggal dunia, tetap keadilan kita tegakkan. Jika Almarhum memang berbuat salah dalam memimpin bangsa ini, semoga Tuhan segera membuka keadilannya untuk kita yang menjadi generasi penerus bangsa ini. Dan, jika memang dia sebagai orang yang tidak bersalah, semoga Tuhan segera menuntaskan persoalan yang sedang ia hadapi agar di dalam kuburnya tenang.

*Penulis adalah Staf Peneliti pada FKiY, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)