Sepintar - Pintarnya Jin Sama Dengan Sebodoh - Bodohnya Manusia



Sihir, Perdukunan, Peramalan dan segala mecam jenis klenik lainnya tentunya tidak akan menjadi persoalan bila kita berada di zaman pra Yunani kuno (abad 17 sd 7 SM), yakni kebenaran didekati dengan mitologi. Dukun atau kahin atau arrafan (peramal/pintar) bila didekati secara positivis tidak akan dipercayai adanya, namun karena ada pendekatan fenomenologis, maka keduanya bisa diterima sebagai sebuah realitas.

Pendekatan fenomonelogis bisa menerima kebenaran adanya dukun yang bisa melakukan ramalan dan bisa melakukan santet adalah sebuah kenyataan, karena fenomenologi tidak hanya menangkap realitas yang nampak saja namun juga bisa menangkap makna secara batini. Adanya makhluk jin juga diakui oleh ilmu pengetahuan transendental Islam seperti tergambar pada Alquran surah Al-Ztariat ayat 56 “dan tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.

Dukun dekat dengan sihir, sihir dekat dengan jin, artinya dukun seringkali berteman dengan jin untuk melakukan sihir atau santet, meramal, memeriksa besi seperti memeriksa mobil apakah besinya baik atau tidak yakni bisa mendatangkan bahaya nantinya saat dikenderai, dan yang sejenis. Dukun yang meramal dan menyihir keduanya terlarang dalam agama. Begitupula berteman dengan jin atau minta bantuan dengan jin tidak banyak manfaatnya bahkan lebih banyak kesesatannya.

Allah menegaskan dalam Alquran surah Jin ayat 6 “dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”.

Dulu ada di antara orang-orang Arab bila mereka melintasi tempat sunyi, mereka minta perlindungan kepada jin yang mereka anggap kuasa di tempat itu, tetapi tidak ada yang didapat kecuali kesesatan semata. Oleh sebab itu saat kita mau tidur salah satu anjuran Rasul agar membaca Alquran surah Al-Naas, yang isinya berlindung kepada Allah dari kejahatan (bisikan) jin dan manusia sendiri.

Almarhum Guru saya seorang ulama, pernah menjelaskan tentang jin, menurutnya sepintar-pintar jin sama dengan sebodoh-bodoh manusia. Oleh karena itu bilamana kita berteman dengan jin suatu saat bisa didustainya. Bisa saja kita meminta informasi tentang keadaan seseorang yang jauh di seberang sana, nah kali pertama informasi yang diberikan jin benar dan tepat, tetapi kali yang lain bisa didustainya.
Berkenaan dengan jin ini dulu pernah ditulis di majalah Amanah tentang seseorang kesurupan karena diganggu jin. Oleh orangtuanya disampaikan kepada seoarang ulama sekaligus meminta bantuan agar anaknya tidak kesurupan lagi. Ulama tersebut mendatangi keluarga itu, sekaligus menengok anaknya yang kemasukan jin tersebut, lalu meminta agar jin keluar dari dalam diri anak itu.
Apa yang terjadi, jinnya tidak mau keluar, bahkan dari ucapan yang keluar dari mulut anak yang keserupan itu, jin mau keluar kalau disediakan segelas kopi. Ulama tersebut tidak mau menyediakannya, kemudian jinnya memohon lagi agar disediakan darah. Sang ulama mengatakan, apalagi darah tidak bakal disediakan karena darah itu najis. Nah setelah itu keluar lagi ucapan dari mulut anak yang kesurupan itu bahwa kalau tidak mau juga menyediakan darah, maka dia akan membunuh anak ini.
Setelah mendengar ancaman dari jin seperti itu, maka orangtua anaknya mulai gelisah, karena anaknya ini adalah anak tunggal. Tetapi sang ulama tegas mengatakan “silahkan bunuh”, dan ditegaskan bahwa hidup dan matinya seseorang bukan ditentukan oleh kamu hai jin, tetapi ditentukan oleh Allah SWT, yang dengan kuasa-Nya bisa menghidupkan serta mematikan.
Setelah itu, keluar ucapan dari mulut anak yang kesurupan itu, jin mengancam bahwa pada hari tertentu sekitar jam 11.00 nanti akan mendatangkan rajanya. Sang Ulama langsung menjawab, silahkan datangkan raja kamu hai jin. Sesuai dengan jadwal yang diajukan oleh jin itu, maka masyarakat sekitarpun berkumpul ingin menyaksikan bagaimana perang antara ulama dengan raja jin.
Setelah tiba saatnya jam 11.00 ternyata raja jin yang dijanjikan akan datang itu tidak datang, dan serentak anak yang kesurupan itu kembali normal. Masyarakat pun bersorak dengan kegembiraan bahwa ulama dinyatakan menang.
Apa yang bisa ditarik dari peristiwa tersebut, antara lain bahwa bilamana jin meminta sesuatu tidak boleh dilayani, sebab bila dilayani mereka akan menjadikan bulan-bulanan. Satu kali kesurupan, kemudian setelah disediakan apa yang dimohon oleh jin, jinpun akan keluar dari jiwa orang tersebut, akan tetapi nanti dia akan kembali merasuk ke jiwa orang itu lagi, demikan menjadi bulan-bulanan. Melalui kekuatan tauhid, Ulama tersebut mampu menghalau jin sehingga tidak berani lagi kembali mengganggu anak tersebut untuk selamanya, karena Ulama tersebut penuh ketegasan.

Perlu diingat bahwa Allah menciptakan manusia adalah sebaik-baik makhluknya, akan tetapi sebagai manusia yang dimuliakan Allah, tidak boleh pula sombong, karena kita tetap juga sebagai bagian dari makhluk-Nya. Meskipun kita makhluk yang mulia, bilamana bersikap sombong atau merasa hebat, maka kita akan celaka, karena yang boleh sombong dan takbur hanyalah Allah Rabbun Jalil.

Sebagian manusia sekarang masih ingin berhubungan dengan jin, melalui dukun atau peramal, hati-hati karena sebagaimana ditegaskan Nabi bahwa seseorang yang pergi kepada peramal dan menanyakan sesuatu, tidak diterima salatnya 40 hari 40 malam (HR Muslim), dan bilamana mempercayainya dinyatakan oleh Nabi bukan pengikut beliau, nau’zubillah.

Mengapa manusia pergi ke dukun atau ke peramal?, padahal ada yang telah berpendidikan tinggi. Memang sukar dimengerti, akan tetapi mereka itu sesungguhnya sudah termakan faham pragmatisme, yakni mengabaikan logika absolut, mengabaikan logika formal dan logika ilmiah.

Mereka pergi ke dukun karena merasa bermanfaat, walaupun sukar dibuktikan secara ilmiah. Itulah bilamana sudah pragmatis, maka selalu saja ukurannya adalah yang berguna bagi dirinya. meskipun bertentangan dengan ajaran agama (logika absolut), bertentangan dengan alam pikiran rasional (logika ilmiah).

Untuk mengetahui nasib berhasil tidaknya dalam suatu pemilihan pergi ke dukun, padahal bilamana dianalisis secara ilmiah, bukankan semestinya dukun sendiri yang mencalonkan diri untuk jadi pejabat kalau memang dia hebat. Begitu pula orang pragmatis mengabaikan logika formal.

Dukun itu manusia, manusia itu makhluk, dan bilamana dia makhluk tentu pengetahuannya tentang yang gaib akan terbatas.

Jadi para penganut faham paragmatisme mereka senang kepada dukun daripada meyakini ajaran agama dan logika ilmiah dan loagika formal. Mistik dukun dan mistik paragmatis sama-sama melenyapkan kejernihan pikiran dan kesucian iman, maka berhati-hatilah.
Sumber: Banjarmasin Post Edisi Cetak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)