HAM dan Bencana Kemanusiaan yang Dilaknat



Adanya anggapan bahwa legalisasi perkawinan sesama jenis adalah bagian dari hak asasi manusia yang patut dihormati oleh setiap orang dan ada anggapan bahwa orang yang menolak legalisasi ini adalah konservatif atau ketinggalan jaman. 

Kalau kita telusuri sejarah, maka kita akan menemukan bahwa fakta 'perkawinan' sesama jenis pernah terjadi pada masa nabi Luth a.s. yakni kelainan yang ada di tengah-tengah kaum Sodum (asal muasal dari kata sodomi). Mereka lebih menyukai sesama jenis dalam hal kecenderungan biologis daripada lawan jenisnya. Saking bejatnya ketika Allah swt mengutus kepada mereka seorang Rasul yang bermaksud memperbaiki kondisi rusak ini seperti nabi Luth dianggap sebagai orang yang sok suci dan mereka menantangnya untuk mendatangkan adzab dari sang Maha Pencipta. Kemudian Allah SWT menurunkan azabnya berupa goncangan bumi dan hujan batu-batuan. Akhirnya mereka semuanya mati kecuali pengikut setia ajaran nabi Luth. Fakta penyimpangan seperti ini belum pernah ada sepanjang jaman sebelum masa nabi Luth, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur'an : "Dan Luth ketika ia berkata kepada kaumnya sungguh kalian benar-benar telah mendatangkan kekejian yang tidak ada serbelum kalian satu kaum pun yang melakukannya di alam ini" (Al-Qashash :28). Fakta penyimpangan ini telah terhapuskan dimuka bumi pada zaman nabi Luth a.s. sungguh aneh kalau kemudian ini terjadi pada masa kini yang katanya jaman 'modern' (sok modern).

Alasan bahwa penyimpangan seksual (homoseksual dan lesbian) ini adalah sebuah fakta yang kita tidak bisa menutup mata darinya dan dianggap sebagai 'kodrat alam' yang diciptakan oleh sang Maha Pencipta sehingga tidak mungkin dihapuskan keberadaanya tidak dapat diterima. Saya katakan, kalau ini memang suatu bawaan (qadha) dari Allah yang ada sejak lahir (fitrah) kenapa Allah justru mengazab kaum nabi Luth atau dalam dalam Islam misalnya pelakunya dihukum mati? Jadi kita dapat katakan bahwa ini bukan lah hal yang fitri (qadha), masalahnya kemudian adalah kenapa kelainan ini bisa terjadi? Kenapa tidak yang normal-normal saja?

Menurut penelitian psikiater (Prof.Dr.Dadang Hawari), munculnya penyimpangan seksual ini tidak terjadi secara alamiah begitu saja, tapi ini masalah psikologi (kejiwaan) yang terjadi karena lingkungan yang rusak. Seseorang yang melakukan penyimpangan ini, kemungkinannya ada dua, pertama seseorang mengalami kelainan ini karena trauma masa lalu, misalnya ia pernah jadi korban (maaf) sodomi sehingga ia ingin membalas dendam kepada orang lain atas apa yang terjadi padanya. Makanya seringkali kelainan seksual ini dianggap sebagai 'penyakit menular' dimana ketika seseorang menjadi korban biasanya ia berupaya untuk balas dendam dengan melakukan hal yang sama dan seterusnya. Kedua, kelainan seksual terjadi karena kebosanan terhadap lawan jenis atau karena ia hidup secara terus menerus dilingkungan lawan jenisnya. 

Penulis pernah mendengar pernyataan seorang selebriti (?) yang dimuat disebuah surat kabar bahwa kebosanan terhadap lawan jenis sering terjadi dikalangan artis khususnya peragawan dan peragawati. Ini dikarenakan terlalu intensifnya interaksi diantara mereka sehingga terjadi kebosanan. Misalnya, pada saat ada even peragaan (baik latihan ataupun bukan) dan mereka harus berganti busana dalam waktu yang singkat karena kejar waktu, mereka lakukan hal ini walaupun harus 'telanjang' dihadapan lawan jenisnya. Karena intensitasnya sering, mereka menjadi bosan dengan pemandangan ini dan mencari 'sensasi' baru dengan melepaskan kecenderungan biologisnya kepada sesama jenis yang mengalami hal serupa (naudzubillah).

Demikian juga ketika seorang hidup di lingkungan lawan jenisnya secara terus menerus bisa menjadikan seseorang tersebut mempunyai kelainan ini. Misalnya dil ingkungan keluarga, ketika anak laki-laki dalam proses pengasuhan dan pembinaannya dicampur dengan anak perempuan maka kecenderungannya adalah akan terjadi masalah, bisa jadi anak laki-laki berprilaku kewanita-wanitaan atau anak perempuan yang ke laki-lakian. 

Demikian juga pendidikan yang salah di keluarga memberi kontribusi akan hal ini, misalnya ketika sang ayah menginginkan anaknya berjenis kelamin laki-laki sementara anaknya yang dilahirkan istrinya berjenis kelamin perempuan maka bisanya ia mendidik anaknya ala mendidik anak laki-laki sehingga anaknya menjadi tomboy. 

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa terjadinya kelainan ini adalah bukan terjadi secara alami, akan tetapi akibat dari pengaruh lingkungan dan pendidikan. Peran media pun sangat berperan besar dalam melestarikan fakta ini seperti tayangan-tayangan yang menampilkan (baca : membela) eksistensi komunitas yang melakukan penyimpangan ini. Mulai dari bumbu-bumbu lawakan sampai penayangan kontes Miss Waria misalnya, ini memberi pengaruh terhadap masyarakat seakaan-akan mereka harus menerima fakta ini sebagai suatu yang lumrah dan harus dijaga. Bahkan masih ada dalam ingatan kita bagaimana pada saat kita melakukan ibadah sunnah Sahur (pada bulan Ramadhan kemarin), kita disajikan oleh beberapa media elektronik menu lawakan yang menampilkan komunitas ini atau yang menyerupai. Padahal aktivitas menyerupai ini perbuatan yang dilaknat oleh Allah SWT.

Mengutip kata orang bijak 'ala bisa karena bisa', maka bisa jadi masyarakat yang tadinya menolak eksistensi komunitas ini akhirnya menerima, sebagaimana dahulu yang namanya pacaran dan gaul bebas adalah hal yang tabu di masyarakat tapi karena masyarakat terus menerus 'digempur' oleh tayangan-tayangan media yang menampilkan sosok-sosok yang dianggap manusia modern adalah mereka yang melakukan pacaran dan gaul bebas, akhirnya mereka terbiasa oleh hal ini bahkan mendorong anaknya untuk pacaran dan bergaul bebas supaya menjadi 'manusia modern' atau karena kekhawatiran anaknya tidak dapat jodoh kalau anaknya tidak melakukan hal ini (yang sebenarnya ini tanggung jawab mereka). Demikian juga bila masyarakat terus digempur oleh tayangan-tayangan tentang komunitas yang melakukan homoseksual atau lesbianisme maka akhirnya masyarakat pun akan terbiasa akan hal ini yang pada akhirnya mereka menerima (dipaksa menerima). Demikian juga peran Negara dalam hal ini sangat penting. Sebut saja misalnya bulan-bulan kemarin kemarin kita mendengar bahwa ada cara kontes miss Waria di jantung ibukota Jakarta, tanpa izin dari pemerintah tentu hal ini tidak akan dilaksanakan, bukan hal yang mustahil kalau kemudian pemerintah pun melegalkan perkawinana sesama jenis seperti halnya yang terjadi di beberapa negara yang katanya telah maju dan modern (naudzubillahi mindzalik).

Kalau ini masalahnya, maka yang harus dilakukan adalah mewujudkan lingkungan pergaulan yang sehat baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat secara umum serta peran negara yang optimal dan tegas dalam menyehatkan lingkungan masyarakat. Untuk mewujudkan lingkungan yang sehat ini dalam pendidikan Islam misalnya, tempat tidur anak laki-laki dan anak perempuan harus dipisah sejak usia 7 tahun, demikian juga terpisahnya jama'ah laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum (infishol) kecuali ada keperluan yang dibolehkan oleh syari'at mereka boleh berinteraksi. 

Selain itu Islam sangat tegas terhadap kelainan seksual ini, misalnya memberi hukuman mati atas pelakunya dan ini tentunya dilakukan oleh Negara. Dengan demikian dalam lingkungan yang Islami fakta homoseksual dan sejenisnya ini tidak akan ditolelir apalagi dilindungi. Adapun tentang istilah 'khunsa' yang terdapat dalam sebuah riwayat bahwa Ali r.a pernah ditanya tentang hal ini. Apakah diperlakukan sebagai laki-laki atau perempuan, Ali r.a. menjawab : "lihat saja tempat keluar air kencingnya". Hal ini tidak identik dengan istilah banci atau waria (sebagaimana yang dikenal saat ini). Istilah 'khunsa' ini menunjukkan seseorang yang mempunyai dua alat kelamin secara fisik.

Dengan demikian fakta kelainan ini ini bisa dirubah masalahnya adalah apakah masyarakat mau atau tidak, disamping sistem kehidupan yang diberlakukan di tengah-tengah mereka mendukung atau tidak atas eksistensinya atau justru malah melestarikan (masya Allah).

Alasan lain supaya kita menerima (dipaksa menerima) fakta ini adalah karena ini bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi. Pertanyaannya adalah betulkah melindungi komunitas homoseksual (gay) atau lesbianisme (lesbian) adalah bagian dari melindungi HAM?

Kalau HAM diartikan sebagai pemenuhan hak-hak dasar manusia untuk memenuhi kebutuhannya sebagaimana yang sering dikemukakan oleh pembela HAM, maka bukankah manusia mempunyai hak dasar untuk melanjutkan keturunan sebagai manipestasi dari nalurinya (gharizatul nau')? kalau kemudian homoseksual dan lesbianisme ini dibiarkan justru bukankah ini merupakan bencana kemanusiaan yang menyebabkan terputusnya keturunan? karena mana ada dari pergaulan homoseksual atau lesbianisme ini yang menghasilkan keturunan. Jauh panggang daripada api begitu kata orang bijak.

Sungguh ide HAM adalah ide rusak yang berasal dari asas yang sesat dan menyesatkan yakni sekularisme yang juga merupakan landasan dari ideologi kapitalisme. Menurut kapitalisme pada dasarnya tabiat manusia adalah baik, tidak jahat. Kejahatan muncul ketika manusia dikekang kehendaknya. Wajar kemudia kaum kapitalis menyerukan upaya pembebasan kehendak manusia agar ia mampu menunjukkan tabiat baiknya yang asli, dari sini kemudian muncul ide kebebebasan termasuk salah satunya kebebasan prilaku individu. 

Demikian juga kapitalisme memandang bahwa hubungan antara individu dan masyarakat adalah hubungan kontradiktif sehingga harus ada perlindungan individu dari dominasi masyarakat sebagaimana harus ada jaminan dan pemeliharaan terhadap sejumlah kebebasan individual. Dengan demikian ketika ada kepentingan individu seperti munculnya komunitas gay dan lesbian ini harus dilindugi dari dominasi dan opini umum masyarakat yang memarginalisasikan individu-individu yang ada didalamnya. Begitu pula peran negara adalah menjaga kebebasan komunitas ini. Ini didasarkan pula kepada pandangan bahwa masyarakat adalah kumpulan dari individu-indivu dimana ketika kebutuhan individu-individu tersebut secara otomatis kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Pandangan-pandangan tentang HAM diatas merupakan setumpuk pandangan yang salah dan tidak ada faktanya. Sebab tabiat manusia bukanlah baik seperti yang dikatakan orang kapitalis dan bukan pula jahat sebagaimana pandangan gereja yang berasal dari filsafat-filsafat kuno yang didasarkan kepada warisan dosa Adam. Pandangan yang benar adalah bahwa tabiat manusia pada dasarnya mempunyai potensi untuk menerima kebaikan dan kejahatan sekaligus. Dalam diri manusia terdapat potensi seperti naluri-naluri dan kebutuhan jasmani yang menuntut pemenuhan. Demikian juga manusia dianugerahi akal oleh sang Maha Pencipta dimana dengannya manusia dapat memilih langkah dengan cara apa ia memenuhi tuntutan naluri dan kebutuhan jasmaninya. Bila ia memenuhinya dengan cara yang benar maka ia telah melakukan kebaikan sebaliknya bila ia memenuhinya dengan cara yang salah maka ia telah melakukan keburukan. Pandangan ini sudah dijelaskan oleh Islam, dalam surat al-Balad ayat 10 Allah berfirman, yang artinya : "Kami telah menunjukkan kepadanya (manusia) dua jalan (baik dan buruk)".

Demikian juga hubungan dalam masyarakat pada dasarnya hubungan saling terkait bukan kontradiktif sebagaimana yang dikatakan kapitalis kapitalis. Hubungan terkait tersebut ibarat tangan dengan badan. Tangan tidak bermanfaat tanpa tubuh, demikian juga tubuh kurang sempurna tanpa tangan. Masyarakat sendiri adalah kumpulan individu-individu yang melakukan interaksi secara terus menerus, dimana interaksi ini terjadi ketika ada kesatuan pemikiran, perasaan, dan aturan. Peran nagara disini adalah bagaimana menjaga hak-hak individu dan juga hak-hak masyarakat dengan perturan yang ia tetapkan sehingga terjadi keharmonisan ditengah masyarakat. Kasus di Afrika Selatan misalnya, bisa jadi kepentingan kaum gay atau lesbian terpenuhi, tapi bagaimana dengan kepentingan masyarakat luas yang menginginkan supaya komunitas ini justru tidak ada, karena secara manusiawi hal ini tidak dapat diterima. Inilah kontradiktifnya pemikiran kapitalis yang melahirkan ide HAM.

Demikian juga tuduhan terhadap kalangan yang menolak penyimpangan ini dengan sebutan konservatif atau ketinggalan zaman , sesungguhnya merupakan tuduhan yang tendensius. Kalau kita kaji lebih mendalam makna konservatif adalah menjalani hidup sesuai dengan reaksi naluri serta membuat aturan-aturan dan pemecahan atas dasar panggilan naluri. Orang-orang yang memberikan kebebasan pada nalurinya atau menjadikan kebebasan sebagai undang-undang dasar yang menjadi sumber penggalian seluruh undang-undang yang mengatur kehidupan pada dasarnya adalah orang orang konservatif, sebab mereka telah mengatur hidup mereka hanya berdasarkan panggilan naluri semata, dan memberikan kedaulatan sepenuhnya pada naluri sebagai pengatur dalam kehidupan mereka. Kebahagiaan mereka juga diukur dengan sejauh mana mereka bisa menikmati kenikmatan-kenikmatan jasadian mereka atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan naluriah mereka. Inilah makna sebenarnya dari kata konservatif. 

Sementara itu istilah konservatif yang mereka beri makna kembali pada aturan-aturan lama untuk kehidupan mendatang sebenarnya mereka gunakan untuk menikam Islam dan kaum muslimin serta siapa saja yang menolak peradaban Barat agar mereka menengok kembali ke masa primitive yakni masa sebelum Islam, sekaligus menyaksikan kehidupan manusia pada saat itu, bagaimana mereka mengatur kehidupannya? 

Sesungguhnya seseorang yang hidup pada masa sebelum Islam berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan naluriahnya sebanyak mungkin, tanpa ada batasan ataupun penghormatan pada aturan. Dengan kata lain, mereka mengumbar kebebasan mutlak sebagaimana yang diserukan oleh 'manusia-manusia modern'. Dengan demikian, manusia modern saat ini yang menyerukan kebebasan untuk berekspresi dan berprilaku, kebebasan untuk memiliki segala sesuatu, kebebasan untuk berpendapat, dan kebebasan untiuk beraqidah justru pada dasarnya telah kembali ke masa primitive; masa ketika manusia mempertahankan naluri-nalurinya sendiri.

Selanjutnya Islam datang mengatur manusia dan memerintahkannya untuk beribadah kepada Allah SWT. Islam telah menjadikan seluruh perbuatan manusia terikat dengan perintah dan larangan-Nya. Islam telah mengatur kehidupan mereka dengan aturan-aturan, hukum-hukum, dan undang-undang yang telah disyari'atkan kepada mereka. Islam telah menggariskan sejumlah langkah ke depan, sekaligus menyelamatkan manusia dari penyembahan dan ketertundukkan mereka pada naluri-naluri mereka sendiri. Demikianlah makna sesungguhnya dari istilah konservatif.

Mari kita renungkan firman Allah SWT

Artinya : "Kami telah menjadikan untuk isi neraka Jahanam, kebanyakan dari golongan jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, namun tidak digunakan untuk berpikir. Mereka mempunyai mata, namn tidak digunakan untuk meliohat. Merksa mempunyai telinga, namun tidak digunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti hewan bahkan lebih sesat lagi." (TQS. Al-A'raf:179)

Di dunia hewan saja kita tidak pernah mengenal pejantan menyukai pejantan lagi atau betina ke betina lagi. Tapi memang, lain manusia lain hewan, bahkan manusia lebih rusak lagi. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)