Negara-negara maju kerap memiliki pemahaman yang salah tentang Islam. Salah satu pehamanan yang salah itu adalah Islam dianggap sebagai agama yang tidak toleran terhadap keyakinan agama lain. Ada keyakinan yang sudah begitu meluas bahwa umat Islam diperintahkan untuk bersikap 'agama Islam atau pedang' terhadap non Muslim. Pemahaman yang salah ini makin berkembang, sehingga dimanfaatkan oleh segelintir penguasa untuk menghembuskan wacana bahwa Islam adalah ancaman bagi Barat.
Toleransi dalam Al-Quran
Dalam tulisannya berjudul Myth of Islamic Intolerance, Syed Imaduddin Asad dosen di Punjab Law College, Lahore Pakistan menyatakan, pemahaman yang salah itu juga sudah melanda sebagian umat Islam sendiri. Salah satu penyebabnya, karena perilaku sekelompok Muslim atau penguasa Muslim yang tidak bertanggung jawab, kasar dan tercela, ikut memberi kontrubusi bagi pandangan yang buruk tentang Islam.
Dalam hal ini, Syed Imaduddin Asad melihat makin banyak umat Islam yang tidak lagi peduli pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadist, sehingga perilaku mereka menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Padahal, menurut Imaduddin Asad, Al-Quran menyebutkan bahwa toleransi merupakan hal yang esensial dan kewajiban bagi setiap Muslim. Umat Islam diperintahkan untuk menyebarluaskan pesan-pesan Islam dengan mengedepankan dialog dengan non Muslim dan dalam proses ini, umat Islam harus menerapkan cara-cara yang terhormat dan sopan, seperti tercantum dalam Al-Quran surat 16:125 yang berbunyi " Serulah (manusia) ke jalan Tuhan Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik......" Dan jika non Muslim cenderung memperlihatkan ketidaksetujuannya dengan Islam, meski sudah diberikan argumen yang logis, tidak boleh ada tekanan atau paksaan apalagi tindak kekerasan.
Firman Allah dalam Al-Quran 2:256 menyebutkan,"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)......" Ayat-ayat lainnya yang memperkuat bahwa Islam adalah agama yang toleran antara lain Surat 3:19, Surat 10:99 dan Surat 18:29. Dari ayat-ayat itu secara garis besar bisa disimpulkan bahwa Islam mengecam segala bentuk pemaksaan dalam memeluk agama dan Islam melarang umatnya untuk menyulut peperangan dalam menyebarkan agama Islam.
Lebih lanjut Syed Imaduddin mengatakan, umat Islam bukan hanya dilarang memaksakan agama Islam pada non Muslim, tapi umat Islam juga diperintahkan untuk menajalin hubungan dengan Non Muslim dengan sikap yang baik dan adil seperti tercantum dalam Al-Quran Surat 60:8,9. Islam juga mengakui semua nabi dan rasul sebelum Muhammad Saw, seperti Ibrahim, Musa, Daud, Isa dan lain-lain, serta kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat dan Zabur dan umat Islam juga dilarang untuk menghina Tuhan-Tuhan yang diyakini non Muslim seperti tercantum dalam Al-Quran 6:108.
Nabi Muhammad Saw Mencontohkan Perdamaian
Sunnah-sunnah Nabi yang terkait dengan perintah bagi umat Islam agar bersikap baik terhadap Non Muslim juga sangat banyak. Perjanjian antara Nabi Muhammad Saw dan umat Kristen di Gunung Sinai adalah salah satu contoh besar dari sikap toleransi dan mengakui adanya keberagaman agama dalam masyarakat.
"Ini adalah pesan dari Nabi Muhammad bin Abdullah, sebagai perjanjian terhadap kaum Kristiani, bahwa kami bersama mereka di manapun mereka berada. Sesungguhnya, aku, para pelayan dan pembantuku serta para pengikutku akan membela mereka, karena umat Kristen juga anggota masyarakatku: Demi Tuhan, aku akan melepaskan segala hal yang tidak menyenangkan mereka. Tidak ada paksaan bagi mereka,........."
"Tak seorangpun boleh menghancurkan rumah ibadah mereka, merusak atau mengambil sesuatu dari tempat itu ke rumah-rumah orang Islam. Jika ada yang melakukannya, maka orang itu merusak perjanjiannya dengan Tuhan dan ingkar pada Nabinya. Sesungguhnya, mereka adalah sahabat-sahabatku dan mendapatkan perlindunganku dari segala yang mereka benci. Tak seorangpun yang akan memaksa mereka pergi atau mewajibkan mereka berperang. Umat Islam akan berperang untuk mereka...gereja -gereja mereka akan dihormati, Tak satupun negara (Islam) boleh melanggar perjanjian ini hingga hari akhir."
Ketika utusan umat Kristen dari Najran datang ingin bertemu dengan Nabi Muhammad Saw, utusan itu dibolehkan untuk masuk ke masjidnya bahkan diizinkan untuk berdoa di masjid itu sesuai keyakinan mereka. Nabi Muhammad Saw juga memberikan mereka piagam perjanjian yang sama bunyinya dengan piagam di atas.
Nabi Muhammad Saw bukan hanya kepala negara Islam yang pertama, tapi juga otoritas hukum tertinggi. Non Muslim seringkali datang padanya untuk meminta bantuan menyelesaikan pertikaian yang mereka hadapi. Ketika harus mengambil keputusan yang terkait dengan pertikaian antara Muslim dan Non Muslim, Nabi Muhammad Saw selalu mencari rujukannya dalam Al-Quran dan tidak pernah membuat perbedaan atas dasar agama yang dianut mereka.
Ajaran-ajaran dalam Al-Quran dan contoh-contoh yang diberikan Nabi Muhammad Saw diikuti oleh para pemimpin Muslim sesudah Nabi. Misalnya pada masa kalifah Umar bin Khattab ketika menaklukkan Yerusalem pada 638 Masehi. Ia mendeklarasikan bahwa mereka akan melindungi harta benda, anak-anak, gereja dan semua yang menjadi milik penganut Kristen.
Sejarah Islam menunjukkan bahwa semua hak yang diberikan pada Non Muslim juga diterapkan oleh negara-negara Islam. Bahkan beberapa wilayah Muslim menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi non Muslim yang mengalami penindasan dan kekejaman di tempat lain. Spanyol, di bawah pemerintahan Muslim, menjadi satu-satunya tempat di Eropa di mana bangsa Yahudi bisa hidup dengan aman dan damai. Setelah kejatuhan kekuasaan Islam di Spanyol, bangsa Yahudi diusir dan mereka kembali menemukan tempat aman di bawah pemerintahan Islam, misalnya di wilayah kekuasaan Utsmaniyyah. Contoh lainnya adalah India. Meski berabad-abad pernah berada di bawah kekuasaan pemerintahan Islam, mayoritas rakyat di negeri itu tetap non Muslim. Bahkan para pemimpin Muslim kerap memberikan donasi bagi rumah-rumah ibadah non Muslim India, seperti Hindu dan lain sebagainya. Yang menarik untuk diingat, menurut Al-Maqrizi, semua gereja-gereja terkenal di kota Kairo, dibangun pada masa pemerintahan Muslim.
Islam: Ancaman Bagi Barat?
Perkembangan yang terjadi belakangan ini, pandangan bahwa agama Islam merupakan ancaman bagi peradaban Barat, juga makin menguat. Meski terkesan berlebihan, Islam dianggap sebagai kekuatan setan yang akan sukses seperti kekuatan Komunis pada masa lalu.
Menanggapi pandangan ini, John Renard, seorang Ph.D. di bidang Studi Islam dari Harvard University dan seorang professor bidang studi teologi di st. Louis University, dalam bukunya 'Excerpted from 101 Questions and Answers on Islam' menjelaskan, selama beberapa dekade belakangan ini, sudah banyak pembicaraan tentang 'Kebangkitan Kembali Islam' yang dipicu oleh revolusi di Iran, gerakan Intifada di Palestina dan pengaruh penguasa Taliban di Afghanistan. Buku-buku seperti buku yang berjudul 'The Islamic Bomb: The Nuclear Threat to Israel and the Middle East (1982)' mendorong munculnya momok menakutkan adanya konspirasi nuklir, seolah-olah Islam mewakili sebuah kesatuan politik yang ingin mendominasi dunia.
Pada kenyataannya, menurut Renard 'Islam' tidak seperti ideologi 'isme-isme' lainnya yang oleh orang dibayangkan akan membawa kepentingan politik dan sumber-sumber ekonomi untuk mencapai tujuan global dan regional, seperti kapitalisme, komunisme, kolonialisme, imperialisme atau dalam skala yang kecil, Zionisme.
Sebaliknya, Barat dan kelompok sekular membentuk semacam blok politik, ekonomi, budaya yang kukuh menentang moral dan nilai-nilai agama yang berasal dari 'Timur'.
Umat Islam secara keseluruhan, menurut Renard, sangat rentan atas generalisasi seperti yang terjadi saat ini, sementara non Muslim dalam beberapa hal ikut bertanggung jawab atas timbulnya dikotomi semacam ini. Pendek kata, tegas Renard, Islam sebagai agama tradisi dalam hal apapun bukan ancaman bagi perdamaian dan tatanan dunia.
artikelnya sangat membantu, trims
BalasHapus