Amar Ma’ruf Nahi Munkar Bukanlah Sebatas Perkataan dan Pernyataan Saja



Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma ‘ruf, mencegah dari yang munkar. mendirikan shalat, menunaikan zakat, dam mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS at-Taubah: 71)

Ayat tersebut memberikan isyarat jelas bahwa salah satu tugas utama kaum Muslimin — apapun posisi, jabatan, kedudukan, dan keahlian mereka— adalah melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar (berdakwah) dalam pengertian luas.

Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali ‘Imran: 104)

Rasulullah saw menegaskan, “Sungguh kamu sekalian hendaknya menyuruh kepada kebaikan dan mencegah pada keburukan. Jika tidak demikian, Allah SWT akan menjadikan orang-orang yang mengendalikan kamu (para penguasa) adalah orang-orang jahat. Kemudian orang-orang baik di antara kamu (tetapi diam dan tidak berdakwah) berdoa kepada Allah, akan tetapi doanya tidak dikabulkan Allah SWT.” (HR Muslim)

Amar ma’ruf nahi munkar bukanlah sebatas perkataan dan pernyataan saja. Tetapi lebih dari itu, harus dengan tindakan, perbuatan, dan contoh-contoh konkret dalam realitas kehidupan. Lebih diutamakan bila dibarengi dengan memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Tentu, hal tersebut merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pelaksanaan tugas amar ma’ruf nahi munkar Kemandekan dan kebuntuan, bahkan degradasi yang menghancurkan bangsa dan negara saat ini hendaknya menjadi salah satu prioritas utama untuk dipecahkan dalam kegiatan dakwah. Dalam bidang muamalah, hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan dengan penuh kesungguhan.

Konsep-konsep alternatif untuk memecahkan masalah bangsa, yang bersumberkan nilai-nilai ilahiyah harus dilakukan. Sebab, kita yakin bahwa hanya dengan nilai-nilai tersebutlah, rnasalah bangsa dan negara bisa dipecahkan. Namun, jika landasan pemecahan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai ilahiyah, yang terjadi adalah kehancuran yang makin parah, kesemrawutan kehidupan yang kian merajalela dan pertentangan yang menjadi-jadi. “Dan barangsiapa yang berpaling dari ketentuan-Ku (ajaran-Ku), maka sesungguhnya baginya kehidupan sempit (semraut dan acak-acakan), dan Kami akan mengumpulkannya kelak kemudian hari dalam keadaan buta tidak bisa meliha.” (QS. Thaha:124)

Keberhasilan melahirkan konsep altematif dan mengimplementasikannya di tengah-tengah kehidupan mungkin terjadi bila dilaksanakan dalam tatanan kebersamaan dan berjamaah. Dalam barisan rapi dan teratur sinergi, taawwun, dan koordinasi antar berbagai elemen umat yang dilandasi sikap saling menghargai dan saling membutuhkan merupakan sebuah kebutuhan. Rahmat dan pertolongan Allah yang sangat kita butuhkan hanya turun jika al-Wala (tolong-menolong) terjadi antara sesama orang-orang beriman Sebaliknya jika yang terjadi adalah pertentangan. perseturuan, dan saling berbantahan antara komponen umat hanya ingin mendapatkan materi dan kedudukan sesaat, maka kehancuranlah yang akan dirasakan oleh kaum Muslimin.

Konsep-konsep alternatif aplikatlf tidak mungkin bisa diwujudkan apalagi direalisasikan dikarenakan terkurasnya energi dan kekuatan untuk menghadapi pertentangan tersebut. “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya (dan janganlah kamu berbantah-hantahan yang menyebabkan karnu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhriya Allah beserla orang-orang yang sabar,” (QS al-Anfaal: 46).

Karena itu membangun sinergi dan taawwun antar sesama kaum Muslimin merupakan hal yang sangat mendesak untuk segera direalisasikan, demi terwujudnya aplikasi konsep-konsep altematif tersebut.

Amar ma’ruf nahi munkar dalam tatanan yang rapi dapat dimungkinkan bila didukung kepemimpinan yang solid atas dasar takwa kepada Allah SWT. Untuk itu, salah satu bentuk implementasi sikap dan perilaku orang beriman dalam konteks masalah kita terkini adalah memilih pemimpin dan partai yang berpihak pada dakwah dan pembangunan masyarakat.

Dengan kata lain, pemimpin kaum Muslimin adalah orang yang memiliki intgritas keislaman yang tinggi dan tidak pernah bertentangan dengan umat Islam sendiri, apalagi memusuhi kegiatan amar ma’ruf nahi munkar. “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kamu dan mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS Ali ‘Imran: 118)

Pemilu yang merupakan sarana pemilihan pemimpin secara langsung oleh rakyat, sebaiknya menjadi peluang dan kesempatan strategis bagi kaum Muslimin demi meningkatkan kegiatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Untuk itu, pilihlah partai dan pimpinan yang berpihak pada kepentingan umat. Jika tidak, kita khawatir kerusakan masyarakat dan bangsa, akan semakin parah dan berat Semoga Allah senantiasa memberikan keteguhan kepada kita sekalian. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)