“Wong Jowo mati nek dipangku” (peribahasa Jawa)



Barat memang berpengalaman untuk membuat takluk kepala negara dunia berkembang. Jokowi yang baru dilantik 20 Oktober 2014 lalu, pada 8 November langsung diajak organisasi bentukan Barat, G-20, Asean dan APEC untuk ikut pertemuan. Jokowi pun bersuka cita karena bisa duduk berjejer dengan kepala-kepala negara terkenal. Seperti: Tonny Abbot, Obama, Merkel dan lain-lain. Di depan Jokowi, Obama memuji pluralisme dan demokrasi yang berkembang baik di Indonesia. “He said that Indonesia should be a role model as the world’s largest Muslim population, which displayed democracy, tolerance, and pluralism in harmony,”tulis the Jakarta Post (10/11).

Media-media nasional pun memuji Jokowi. Metro TV misalnya menyebut Jokowi sebagai kepala negara yang menjadi perhatian negara-negara besar. Begitu juga Kompas, Jawa Pos, Republika dan lain-lain.

Yang menarik Harian Rakyat Merdeka memuat tentang ‘pujian atau sindiran’ media Australia Courier Mail, yang memuat foto Jokowi menjadi pelayan di tengah-tengah kepala negara yang lain. Sindiran media Australia ini dianggap beberapa pengamat sebagai pujian untuk Jokowi. Karena dianggap Jokowi pekerja keras yang melayani kepala-kepala negara lain. Tapi, sebagian lain mengatakan bahwa ‘foto bentukan’ Jokowi pakai celemek itu dianggap sebagai sindiran keras kepada Jokowi. Karena ia atau Indonesia hanya menjadi pelayan untuk negara-negara besar menyantap makanan, ekonomi atau sumberdaya di Indonesia.

Hasil dari kunjungan Jokowi ini tentu masih harus dilihat pada kebijakan Jokowi beberapa minggu atau bulan ke depan. Tapi yang menjadi sorotan banyak tokoh Islam adalah pertemuan Jokowi dengan presiden Myanmar, Thian Sein. Dalam pertemuan itu Jokowi tidak sedikitpun menyinggung masalah umat Islam Rohingya yang ditindas, dibantai dan tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah Myanmar. Padahal jumlah mereka diperkirakan1 juta sampai 3 juta orang (data pasti belum ditemukan). 

Beberapa organisasi Islam Amerika (Just Burma) memperkirakan jumlah Muslim Myanmar tadinya 5 juta orang kini tinggal 3 juta. Sikap pemerintah dan kaum Budha esktrim di sana, orang-orang Muslim Rohingya hampir tiap hari kini meninggal. Baik karena mereka meninggal mencari tempat aman di negara-negara tetangga atau meninggal karena tinggal di kamp-kamp pengungsi yang mengenaskan.

Bila Jokowi berdiam diri dalam masalah Rohingya dan hanya bicara masalah ekonomi dengan Presiden Myanmar, lain dengan sikap Obama. Presiden AS ini –karena desakan dari organisasi-organisasi Islam Amerika dan tokoh-tokoh Budha di sana- mendesak Presiden Myanmar agar tidak berlaku diskriminatif dengan warganya yang Muslim di sana. Obama juga mendesak pemerintah Myanmar untuk mengakui Rohingya sebagai warga negara biasa. Seperti diketahui, saat ini Pemerintah Myanmar sedang merancang undang-undang yang menempatkan warga Muslim Rohingya sebagai warga negara kelas dua. 

Memang sejak lama organisasi seperti APEC, ‘Asean’ dan G-20 (termasuk WTO dan IMF), menjadi alat untuk Barat (khususnya Amerika cs) untuk mendesakkan kepentingannya. Pemerintah Indonesia seringkali menjadi obyek daripada subyek dalam pertemuan-pertemuan itu. Lobi pemerintah atau delegasi Indonesia yang lemah, menjadikan Indonesia menjadi ladang empuk bagi kaum pemodal asing utuk mengeruk ekonomi Indonesia. Nilai rupiah Indonesia yang dipermainkan pemodal asing, mengguritanya mall-mall besar atau mall-mall kecil seperti Alfamart, Indomart, Lawson dll di tanah air, lahirnya Undang-Undang yang pro asing seperti UU Migas dan UU Telekomunikasi, menjamurnya SPBU-SPBU asing, kenaikan BBM, Masyarakat Ekonomi Asean (2015) dan lain-lain adalah diantara produk dari kesepakatan-kesepakatan ekonomi internasional itu.

Presiden SBY, selama sepuluh tahun memerintah, telah terjebak permainan Barat. Sehingga meski ekonomi Indonesia tumbuh, tapi ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan juga bertambah parah. Tidak kurang jumlah rakyat miskin 30 juta orang dan rakyat yang hampir miskin 100 juta orang (penghasilan 2 dolar per hari). 

Kini Jokowi menaikkan harga BBM di tengah-tengah harga minyak mentah dunia menurun. Tentu, penaikan BBM ini tidak lepas dari ‘lobi’ pemerintah Barat kepada Jokowi maupun Jusuf Kalla. Seperti diketahui ketika KPU mengumumkan kemenangan Jokowi-JK beberapa bulan lalu, JK (dan Mega) berkunjung ke Amerika Serikat beberapa hari di sana. Tentu undangan dari pemerintah AS kepada JK dan Mega membicarakan banyak hal yang strategis. Sayang publik tidak banyak tahu apa yang dibicarakan mereka. 

Penaikan harga BBM yang tiba-tiba ini tentu saja menimbulkan protes banyak kalangan. Baik masyarakat, ahli ekonomi maupun para politisi DPR. Karena Jokowi dianggap ngawur menaikkan BBM di tengah-tengah ekonomi masyarakat yang masih sulit. Apalagi BBM dinaikkan harganya ketika harga minyak mentah dunia menurun. Padahal asumsi untuk APBN-P 2014 adalah harga minyak mentah dunia 105 dolar/barel. Kini harga minyak mentah dunia sekitar 75-80 dolar/barel. Jadi meski nilai rupiah menurun, tapi nilainya jauh lebih rendah dengan harga minyak mentah yang menurun.

Tentu saja kenaikan harga BBM ini membuat gembira SPBU-SPBU asing, seperti Shell, Total dan lain-lain. Karena dengan harga Premium 8.500, banyak orang mungkin akan beralih ke Petramax atau bensin lain yang harganya lebih tinggi sedikit tapi kualitasnya jauh lebih bagus . Seperti diketahui Premium kualitasnya sekitar Ron 86, sedangkan Petramax Ron-nya di atas 90. 

Jokowi, JK dan para menterinya mungkin menyangka bahwa penaikan BBM ini akan menjadi masalah hanya beberapa bulan saja. Seperti pernyataan pejabat Bank Indonesia bahwa inflasi 2% mungkin akan berpengaruh sampai Februari 2015 saja. Tapi akankah tahan pemerintahan Jokowi dengan demo dan kerusuhan tiap hari di berbagai daerah dan permainan politisi DPR yang akan mengajukan hak interpelasi? Hak interpelasi ini bila para anggota tidak puas, maka DPR bisa mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi. Dan di MK posisi Jokowi dipertaruhkan. Ingat Indonesia sudah beberapa kali terjadi pergantian damai kepala negara karena permainan anggota DPR. Habibie dan Gus Dur adalah korban permainan demokrasi di DPR. 

Memang dalam peribahasa Jawa, Orang Jawa akan ‘mati’ kalau terus dipangku (dipuji). Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)