Hikayat Imlek, Dulu dan Sekarang



IN Nian Kuaile (Bahagia di Tahun Baru), Guo Nian Hao (Selamat Menjalani Tahun Baru), Chunjie Kuaile (Bahagia di Musim Semi), Sincun Kionghi (Selamat Menyambut Musim Semi yang Baru), Sincia Cuyi (Selamat Tahun Baru), Kiunghi Sinnyen (Selamat Tahun Baru) adalah serangkaian ucapan selamat menyambut Imlek dalam bahasa Mandarin, Hokkian, Tiociu, dan Hakka.

MENGAPA di Indonesia hari raya ini disebut Tahun Baru Imlek? Tidak ada satu pun ucapan itu mengandung kata Imlek. Apa arti kata Imlek? Dari bahasa Mandarin-kah? Tidak! Kata Imlek berasal dari bahasa Hokkian Selatan, berarti "penanggalan bulan". Jadi, kata Imlek sebenarnya mengacu nama penanggalan yang didasarkan perhitungan bulan (lunar), yang dalam bahasa Mandarin disebut yinli. Dengan demikian, istilah Tahun Baru Imlek berarti "Tahun Baru Menurut Penanggalan Bulan".

PENDUDUK keturunan Cina di Jakarta menggunakan kata sincia "bulan 1 yang baru" dengan ucapan Sincun Kionghi "Selamat Menyambut Musim Semi yang Baru" atau Kionghi berarti "Selamat". Juga ada kata konyan yang berasal dari guo nian (bahasa Mandarin), berarti "melewati tahun yang baru".

Di negara asalnya, RRC, perayaan Imlek dinamakan Chunjie, berarti "Perayaan Musim Semi". Kata Chunjie digunakan sejak RRC merdeka. Sebelumnya digunakan istilah Yuandan, berarti pada pertama di tahun yang baru dimasuki. Tahun 1949 Pemerintah RRC menetapkan nama Yuandan untuk Tahun Baru Internasional, 1 Januari, sedangkan Tahun Baru Imlek dinamakan Chunjie.

Upacara menyambut Tahun Baru Imlek adalah Toapekong Naik, dilakukan pada bulan 12 atau Cap Ji Gwee (bahasa Hokkian)/bulan La (bahasa Mandarin) tanggal 23 atau 24.

Kata toapekong bermakna "paman buyut" (saudara laki-laki buyut) dengan makna kiasan "dewa". Biasanya dewa dianggap orang berusia tua. Toapekong digambarkan sebagai orang yang seusia buyut atau generasi di atasnya.

Pada tanggal 23/24 itu, Toapekong yang naik bukan sembarang dewa, tetapi dewa tertentu, yaitu Dewa Dapur bernama Zao Shen. Aliasnya, Kakek Dapur, Raja Dapur, Komandan Dapur Timur, Komandan Kepala Keluarga, Dewa Pelindung Rumah, Dewa Penguasa Penentu Kebahagiaan. Mengingat nama-nama alias itu tidak jauh dari hal seputar rumah tangga, maka dewa ini dianggap sebagai dewa keluarga yang menentukan baik-buruknya nasib suatu keluarga. Di Indonesia Dewa Dapur juga disebut Cao Kun Kong.

Siapa sebetulnya Dewa Dapur ini, mengapa ia begitu dihormati sehingga diadakan upacara khusus, misi apa yang dijalankan? Ada yang mengatakan, ia Kaisar Shen Nong yang mengajari manusia bercocok tanam. Ia pula yang menciptakan api. Dikarenakan jasanya yang besar, setelah wafat ia menjadi dewa yang bernama Zao Shen atau Dewa Dapur.

Misinya, memberi laporan kepada Mahadewa tentang hal baik dan buruk dari keluarga bersangkutan. Karena bersemayam di dapur - disalah satu sudut atau tempat di dapur - ia tahu semua perkara dalam keluarga itu. Di situlah seorang ibu mengomel, ngerumpi bersama ibu-ibu lain, tertawa, dan bercanda bersama anggota keluarga lain sambil mengerjakan urusan rumah tangga. Dewa Dapur yang ada di sana pasti mendengar semua perkataan dan mencatatnya. Tanggal 23 dan 24 Cap Ji Gwee atau bulan 12 adalah saatnya Dewa Dapur naik ke langit, melaporkan seluruh kejadian selama satu tahun kepada keluarga itu.

Agar Dewa Dapur tidak melaporkan hal yang jelek, manusia mencari akal untuk menyenangkan hatinya. Bahkan, manusia sampai memikirkan agar dalam perjalanan menuju langit, kuda tunggangan sang dewa tidak kelaparan, dan hewan peliharaannya di dunia tidak mati kelaparan. Pada tanggal 23 dan 24 itu, rumah Dewa Dapur dibersihkan lalu diberi sesajen. Sesajen ini ada yang wajib; ada yang tidak wajib.

Sesajen wajib berupa permen yang manis, liat, dan lengket, manisan buah kundur yang dikenal sebagai tangkua atau tangkwe. Sesajen tidak wajib berupa roti goreng dan teh, yang merupakan bekal bila sang dewa merasa lapar dan haus. Rumput untuk bekal makanan kuda tunggangan sang dewa, sedangkan kulit tahu untuk ayam peliharaannya yang ditinggalkan di bumi.

Sesajen wajib harus manis supaya sang dewa hanya melaporkan hal-hal yang "manis". Selain manis, juga harus liat dan lengket. Begitu mengulum permen, mulut sang dewa menjadi sulit dibuka sehingga tidak banyak bicara dan hanya tersenyum saja.

Dengan demikian, lengkaplah "perhatian" manusia dalam menghantar dewanya naik ke langit dengan menyimpan maksud tertentu di balik semua itu. Selain itu, pada rumah dewa dipasang bait berpasangan atau duilian berbunyi "naik ke langit mengatakan hal yang baik, pulang ke rumah membawa keberuntungan", atau "naik ke langit mengatakan hal yang baik, turun ke dunia menjaga perdamaian".

DI Desa Tai Xing, Provinsi Jiangsu, RRC, penduduk desa percaya sebelum berangkat naik ke langit, Dewa Dapur menghitung jumlah sumpit di rumah tempat tinggalnya. Ketika turun ke bumi, rezeki yang dibawanya sesuai jumlah sumpit yang ada. Sebelum upacara sembahyang, kepala keluarga menambah jumlah sumpit dengan harapan pada saat turun ke bumi nanti, Dewa Dapur akan menambah rezeki mereka.

Bulan 12 berakhir pada tanggal 30. Bulan berikutnya adalah bulan 1 yang disebut Cia Gwee (bahasa Hokkian)/bulan Zheng (bahasa Mandarin). Malam terakhir di bulan 12 ini disebut chuxi, yang berarti "malam yang ditinggalkan", maksudnya malam terakhir di tahun itu yang akan ditinggalkan dalam memasuki tahun baru. Malam itu merupakan malam paling baik, ramai, dan menyenangkan karena merupakan malam menyambut kedatangan hari pertama di tahun yang baru.

Ada tiga kegiatan penting pada malam itu. Sebelum acara makan malam bersama, kepala keluarga memasang petasan. Kemudian, pintu utama rumah ditutup dan disegel dengan kertas merah. Tujuannya, agar hawa dingin-karena saat itu musim dingin-tidak masuk ke rumah.

Kertas merah sebagai lambang uang, merupakan alat untuk menjaga kesejahteraan keluarga. Sesudah pintu ditutup, lalu dipasang perapian dengan tujuan mendapat hawa hangat selain mengusir hawa dingin.

Acara berikutnya, makan malam bersama dengan hidangan wajib berupa ikan. Di Jakarta, umum disajikan ikan bandeng. Kebiasaan ini mendapat pengaruh dari daerah Tiongkok selatan. Di Tiongkok utara ada kebiasaan makan jiaozi (penganan berbentuk pempek kapal selam mini, terbuat dari tepung khusus berisi daging dan sayur). Mengapa makan ikan, bukan binatang lainnya? Alasannya, ada pepatah berbunyi nian nian you yu "setiap tahun ada sisa". Kata yu yang berarti "sisa" berbunyi sama dengan kata yu yang berarti "ikan". Kesamaan bunyi itulah yang menyebabkan mengapa ikan menjadi hidangan wajib di malam tahun baru. Dengan makan ikan, berarti dalam segala hal ada sisa. Tentu saja yang dimaksud adalah kelebihan rezeki. Makanan wajib lainnya, kue keranjang yang disebut nian gao. Kata gao "kue" berbunyi sama dengan gao yang bermakna "tinggi". Dengan makan kue keranjang, diharapkan rezeki seseorang setiap tahun bertambah tinggi. Buah jeruk menjadi lambang keberuntungan karena lafal kata jeruk dalam bahasa Mandarin-juzi-mirip ji yang berarti "keberuntungan".

Saat makan malam itu, di Tiongkok ada kebiasaan memberi angpao kepada anak kecil. Kata angpao berasal dari bahasa Hokkian. Angpao atau hongbao dalam bahasa mandarin bermakna "bungkusan merah", tidak mengacu uang yang khusus diberikan pada tahun baru. Nama uang pemberian khusus di tahun baru disebut yasui qian, bermakna "uang penutup tahun".

Selesai makan malam, seluruh anggota keluarga bercengkerama, main catur semalam suntuk sambil bermain petasan. Menjelang tengah malam petasan yang dibunyikan semakin banyak dan besar. Pada zaman dulu digunakan juga meriam buluh untuk memperoleh suara dentuman lebih keras lagi. Tujuannya, untuk mengusir setan dan hantu. Malam itu malam terakhir musim dingin yang berasosiasi dengan Yin yang menimbulkan hawa dingin, gelap tanpa sinar bulan sehingga banyak setan berkeliaran.

Keesokan harinya merupakan hari pertama tahun baru, sekaligus menandai dimulainya musim semi. Musim semi berasosiasi dengan Yang yang menimbulkan hawa hangat, tanda-tanda kehidupan dimulai lagi, seperti bunga mulai bermekaran. Malam itu merupakan malam untuk mengucapkan selamat tinggal pada tahun yang sudah dilalui dan menyambut tahun baru yang akan dijalani dengan penuh harapan. Hermina Sutami Pengajar Program Studi Cina Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia )

MUI Izinkan Imlek di Masjid

YOGYAKARTA, (PR).- Warga Tionghoa yang menganut agama Islam atau Muslim di Yogyakarta, mungkin tidak akan mengira akan dapat melaksanakan perayaan Imlek di masjid. Keinginan tersebut tampaknya bakal terwujud setelah pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yogyakarta memberikan izin kepada Parsatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) setempat untuk melakukan kegiatan tersebut di Masjid Suhada, Kota Baru. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0203/06/0505.htm )

Boleh, Imlekan di Masjid

JOGJAKARTA– Barangkali, ini merupakan fatwa pertama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) memperbolehkan perayaan tahun baru China 2554 (Imlek) di dalam masjid. Rekomendasi itu dikeluarkan setelah MUI mempelajari dan mencari sejumlah masukan dari berbagai buku mengenai Imlek. Ternyata, perayaan Imlek tidak berkaiatan dengan ritual keagamaan. http://ldnu.org/berita/arsip/000933.shtml )

Warga Tionghoa di Yogya Rayakan Imlek di Masjid dan Gereja

detikcom - Jakarta, Warga Yogyakarta keturunan Cina yang beragama Islam dan Nasrani di akan turun merayakan Tahun Baru Tionghoa Imlek 2554 di masjid dan gereja. Jadi, perayaan tidak cuma ada di klenteng. ( http://www.indonesiamedia.com/2003/03/berta-0303-imlekmesjid.htm )

Hikayat Imlek, Dulu dan Sekarang

detikHot - Jakarta,Tiga atau empat tahun yang lalu, pemandangan seperti ini tidak mungkin ada : Mal-mal di Jakarta berhias lampion-lampion, pita-pita dan berbagai hiasan dengan nuansa serba merah. Tulisan China di sana-sini. Orang-orang saling mengucap selamat dalam bahasa yang aneh, Gong Xi Fat Cai. Semoga sejahtera. Inilah yang pada Hari Raya Imlek atau tahun baru Cina sejak rezim Soeharto berlalu.

Tahun ini, Imlek jatuh pada Sabtu (1/2/2003) besok. Untuk pertama kalinya, Imlek akan dirayakan dalam suasana hari libur nasional, setelah tahun lalu pemerintah menetapkannya sebagai hari libur fakultatif. Artinya, hanya yang merayakannya saja yang mendapatkan libur. Perayaan Imlek secara besar-besaran di bawah “pengakuan resmi” dari pemerintah semacam ini terjadi sejak Pemerintahan Presiden Gus Dur.

Sejak itu, kemeriahan perayaan Imlek sejajar dengan Lebaran dan Natal. Yang paling mencolok, tentu, perayaan secara fisik yang tercermin dalam kesibukan pusat-pusat perbelanjaan dan institusi-institusi hiburan seperti televisi dan industri pertunjukan. Seperti halnya Lebaran dan Natal, Imlek sekarang sudah punya “daya jual” untuk menjadi tema diskon di mal-mal dan supermarket. Stasiun televisi pun berlomba-lomba menyajikan acara khusus menyambut Imlek. RCTI misalnya, terlihat paling bersemangat.

Semangat yang sama juga terpancar pada masyarakat keturunan Tionghoa sendiri, yang merayakan “kemenangan politik” ini dengan penuh suka cita. Ada laporan menarik dari Yogyakarta. Warga kota pelajar itu, khususnya kalangan keturunan Tionghoa yang beragama Islam dan Nasrani, merayakan Imlek atau Tahun Baru Cina 2554 di masjid dan gereja.

Kalau melacak sejarahnya, Imlek memang bukan perayaan keagamaan tertentu, melainkan upacara tradisional masyarakat Tiongkok. Di Cina sendiri, Imlek diperingati bersama oleh warga yang beragama Konghucu, Budha, Hindu, Islam, Katolik dan Kristen. Awalnya dahulu, Imlek atau Sin Tjia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama awal tahun baru.

Perayaan itu juga berkaitan dengan pesta menyambut musim semi, yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuannya, tak lain sebagai syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, di samping untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.

Karena perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, maka segala bentuk persembahannya berupa berbagai jenis makanan. Idealnya, pada setiap acara sembahyang Imlek disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12. Di Cina, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mi) dan arak. Di Indonesia, dipilih hidangan yang berasosiasi pada makna “kemakmuran”, “panjang umur”, “keselamatan”, atau “kebahagiaan” dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur.

Kue-kue yang dihidangkan biasanya lebih manis daripada biasanya, sebagai simbol harapan akan kehidupan yang lebih manis di tahun baru. Dihidangkan pula kue lapis sebagai perlambang rejeki yang berlapis-lapis, kue mangkok dan kue keranjang. Bubur sangat dihindari sebagai hidangan di hari ini karena dianggap melambangkan kemiskinan.

Kedua belas hidangan itu lalu disusun di meja sembahyang yang bagian depannya digantungi dengan kain khusus yang biasanya bergambar naga berwarna merah. Pemilik rumah lalu berdoa memanggil para leluhurnya untuk menyantap hidangan yang disuguhkan. Di malam tahun baru orang-orang biasanya bersantap di rumah atau di restoran. Setelah selesai makan malam mereka bergadang semalam suntuk dengan pintu rumah dibuka lebar-lebar agar rejeki bisa masuk ke rumah dengan leluasa.

Tujuh hari sesudah Imlek dilakukan persembahyangan kepada Sang Pencipta. Dan, lima belas hari sesudah Imlek dilakukan sebuah perayaan yang disebut dengan Cap Go Meh. Masyarakat keturunan Cina di Semarang merayakannya dengan menyuguhkan lontong Cap Go Meh yang terdiri dari lontong, opor ayam, lodeh terung, telur pindang, sate abing, dan sambal docang. Sementara di Jakarta, menunya adalah lontong, sayur godog, telur pindang, dan bubuk kedelai. Gong Xi Fat Cai.

2 komentar:

  1. menurut versi lain Cai Sen Ye dulunya di tiongkok seorang suami yg kerjanya hanya mabuk2an dan judi sehingga hartanya habis dan isterinya minta cerai. sesudah dia bangkrut kerjanya mengemis kpd bekas isterinya yg telah berkeluarga lagi, suatu hari ia masuk ke rumah bekas isterinya utk meminta makanan, tapi suami sang isteri mendadak pulang, Cai Sen lalu bersembunyi di tungku bakar yg besar namun malangnya suami mantan isterinya tiba2 memasak dan menyalakan api, demi menjaga kehormatan isterinya krn takut difitnah Cai Sen merelakan tubuhnya dibakar api di dalam tungku dan tdk berusaha lari. krn pengorbanan dan penyesalannya maka arwahnya diangkat sbg dewa rejeki.

    BalasHapus

Ahmadiyah (1) Akhlak (26) Bibel (6) Dajjal (1) Dakwah (43) Fatwa (2) Firqah (3) Hak Azazi Manusia (16) Ijtihad (2) Islam (33) Jihad (19) Kristen (19) Liberalisme (49) Mualaf (9) Muslimah (15) Natal (2) NU (1) Orientalis (9) Peradaban (52) Poligami (11) Politik (34) Ramadhan (10) Rasulullah (24) Ridha (5) Sahabat (1) Sejarah (42) Suharto (1) Tasawuf (29) Tauhid (21) Tawakal (4) Teroris (16) Trinitas (9) Ulama (1) Yahudi (37) Yesus Kristus (34) Zuhud (8)